Wednesday, March 26, 2008

Jeritan Amoy Di Rantau

Jeritan Amoy Di Rantau

JERITAN AMOY DARI SINGKAWANG
Amoyku Sayang dari Singkawang, Amoyku Malang Ditulis pada Nopember 18, 2007 oleh sisca79 [Photo] Oleh: Hanna Fransisca Amoy merupakan panggilan khas untuk gadis Tionghoa yang belum menikah. Panggilan itu, sejauh yang bisa diketahui berlaku untuk daerah Singkawang dan sekitarnya. Saking populernya sebutan itu, sampai-sampai ada yang sejak lahir sudah diberi nama Amoy. Amoy Singkawang bukan hanya cantik. Tapi, mereka juga pekerja keras. Mereka umumnya ulet dalam bekerja. Karena itu, tak perlu heran bila pria dari mancanegara datang ke sana dan ingin memperistri Amoy Singkawang. Satu hal yang paling saya kagumi dari para amoy ialah rasa berbakti yang tinggi kepada orangtua mereka. Kemiskinan yang terus menjerat membuat para amoy ingin mengubah nasib keluarga. Pada usia mereka yang relatif muda bahkan ada yang baru hendak menginjak usia 14 tahun, ada yang sudah memilih menjadi pahlawan keluarga. Mereka bersedia menikah dengan pria asing yang belum mereka kenal sebelumnya. Pria asing berdatangan dari mancanegara. Mereka ada yang dari Singapura, Malaysia, Hongkong, dan terbanyak dari Taiwan. Mereka menawarkan jutaan rupiah. Tawaran itu mulai dari 5 juta sampai 20 juta rupiah. Menurut saya, rasa-rasanya sebuah harga yang terlalu murah. Bayangkan untuk mempertaruhkan nasib yang belum jelas dan masa remaja yang sangat indah, mereka hanya dihargai 5 sampai 20 juta rupiah. Bahkan untuk harga yang jauh lebih tinggi dari itu, kok nurani tidak sampai hati. Biasanya, setelah menikah amoy-amoy itu akan diboyong ke negara si pria. Harapannya tentu saja cuma satu: para Amoy bisa mengirim uang untuk membantu keluarga setiap bulannya. Tapi, dalam kenyataannya tidak semua amoy bernasib baik. Setelah di negara si pria, ada yang dilecehkan secara seksual. Malah ada yang menjadi budak pemuas nafsu binatang. Ada juga yang harus membanting tulang siang-malam. Tak jarang pula amoy-amoy itu menjadi korban penipuan. Bahkan ada yang terpaksa harus menikah dengan pria yang catat fisiknya. Jadi, bisa saja amoy tidak menjual diri, tapi mereka menjual hati. Namun, jeritan kepedihan dan lolongan tanggisan mereka tak pernah ada yang tahu. Mereka hidup di tempat yang asing dengan orang yang belum mereka ketahui seluk beluknya. Sebagian dari mereka terpaksa berbahasa tarzan karena bahasa mereka memang berbeda. Amoy juga tidak pernah tahu bagaimana melewati masa remaja. Dalam sejarah kehidupan mereka tidak pernah ada cerita cinta monyetnya. Ada kisah menarik. Seorang amoy yang bernama Alang pernah bercerita, ketika menginjak usia 14 tahun, ia sudah di “ekspedisi” ke Hongkong. Oleh Mak Comblang yang membawanya, Alang dinikahkan dengan seorang pria yang cacat kedua kakinya. Semula ia menolak. Tapi, apa daya?. Hidup jauh di negeri orang, di negeri antah berantah, dengan bahasa yang berbeda, uang pun tidak punya, Alang terpaksa mengalah pada sang nasib. Pernikahan berlangsung sederhana. Mahar nikahnya 15 juta rupiah saja. Setelah itu, Alang pun memulai kehidupan baru. Ia harus bangun pagi dan merawat suaminya. Setelah selesai Alang harus membantu di restoran milik mertuanya. Tak jarang ia dimaki. Hal itu, bukan karena ia bodoh atau tidak tahu diri. Tapi, ibu mertuanya memang cerewet. Dua bulan sudah berlalu. Alang tetap belum begitu mengerti cerita hidupnya. Yang ia tahu, jauh-jauh ia merantau demi memperbaiki nasib keluarga. Jadinya, ia sering menanggis tanpa tahu apa yang sedang ditangisinya. Menyesali hidupkah? Atau sedang rindu kampung halaman dan keluarga? Yang ia tahu, ia harus bekerja keras di restoran mertuanya dan merawat suaminya di rumah. Ia bekerja tanpa digaji. Segala kebutuhan hidup sudah diatur oleh mertuanya. Alang berusaha sesabar-sabarnya sambil menunggu kesempatan baik datang menyapa. Bulan-bulan berlalu, tapi kesempatan itu sepertinya tidak pernah datang mengunjungi dirinya. Mengingat kedatangannya demi keluarga, suatu saat Alang terpaksa mencuri. Ironisnya, ia mencuri uang mertuanya sendiri. Kemudian, secara diam-diam ia mengirimkan kepada orangtuanya. Sejak itu, nasib kurang baik terus mengikuti kehidupannya. Suatu hari ia tertangkap basah mencuri uang yang ada di laci. Tak ayal lagi tamparan keras mendarat di pipinya yang lembut halus. Sejak kejadian itu, Alang tidak diperbolehkan memegang uang sepersen pun. Alang juga kerap mendapatkan perlakuan kasar. Penganiayaan fisik seolah menjadi menu wajib hidupya sehari-hari. Alang yang malang. Alang yang luar biasa. Kepahitan yang ditelannya tak pernah ia ceritakan kepada orang tuanya. Katanya, tak ingin orang tuanya bersedih. Kondisi serupa, tentu bukan hanya cerita Alang saja. Masih banyak kisah yang sama tragisnya. Amoy-amoy itu semula ingin membahagiakan keluarga dan berharap segera keluar dari lingkaran kemiskinan. Namun, amoy tidak pernah tahu. Adik-adik atau kakak-kakak mereka menjadi malas karena sudah dimanja oleh kiriman rutin uangnya. Sebagian orang di Singkawang menganggap satu-satunya harapan untuk keluar dari kemiskinan ya dengan cara ‘mengekpor’ anak gadis mereka. Padahal sebuah pernikahan ala ‘ekspor’ bukanlah jaminan perbaikan ekonomi. Karena itu, kalau pun terpaksa harus memilih menikah dengan pria asing, jangan mau dinikahkan begitu saja. Cek dan ricek dulu sebelum memutuskan menerima pinangan. Kenali dulu pihak keluarga si pria dan pribadi prianya sendiri. Setelah komunikasi terjalin –dan memang ada rasa suka dan suka– silahkan dilanjut. Meskipun begitu, kita perlu salut dan angkat topi kepada amoy-amoy yang berada di luar negeri sana. Mereka pejuang, pemberani, dan berbakti pada orang tua. Namun, kita juga pantas kecewa. Kita boleh kecewa karena amoy yang berani bertarung menempuh tragika hidup itu, ternyata malah menjadi pengecut dan tidak mau menceritakan kisah pedih mereka. Lantas, kalau tidak diceritakan sisi buruknya apakah tidak akan lebih banyak lagi jatuh korban berikutnya? Semoga saja tidak. Begitulah tragika kehidupan Amoy asal Singkawang yang kali ini dapat saya paparkan. Ini bukan fiksi dan mengumbar imaji, tapi kisah nyata yang menyayat hati. Amoy adalah representasi kaum hawa yang selalu dianggap lemah. Mereka kadang ditindas dengan semena-mena. Pendidikan yang minim, kurangnya pengetahuan, serta keluguan hati mereka, sering di manfaatkan sebagian orang yang mencari keuntungan pribadi. Ya, begitulah. Amoyku sayang dari Singkawang, amoyku malang. DIarsipkan di bawah: Inspirasi Kehidupan

Perjalanan Tamasia ku

Sabtu ini, kita bertiga pergi ke Temple of Heaven, kayak nama teh yg biasa gw beli gunpowder :)) , ke sono naik taxi ...permulaan argo start Euro 1 (RMB 10), taxi gak mahal dibandingi jakarta, jadi di beijing bisa bertaxi ria...dan juga gampang manggil gak perlu ngantri2. Oh yah di sekitar temple gw ketemu bajaj ala beijing...pake sepeda motor penumpang dibelakang, cuma bentuknya rada laintapi kayak bajaj sih. Gw gak berani soalnya malas tawar dan gak tau pasaran bajaj di sono.

Masuk ke temple of heaven ada 2 tiket , tiket masuk ngiter2 tp gak sampe masuk ke tempe Yuan 15 atau sampe ke dalam temple YUan 35, si reiner milih yah Yuan 15, abis kali kayak gereja aje di eropa samimawon. Temple pun kali samimawon. Lumejen panas, nih bule berdua ..udah merah2 ..si katrin lumejen kecapaian jalan keliling. Disono juga ada 7 starstones ..banyak turis lokal juga selain turis LN. Banyak tulis lokal liatin si katrin ..sampe si reiner bilang si katrin kayak sirkus aje :)) gw bilang mungkin unik..muka chinese tapi bukan chinese 100% apalagi digandeng babenya yg gede. Mampir ke toko souvenir di sono. Gw beli biasa post card dan juga ada mainan berupa gansing ..tuh org kasih harga Yuan 45 langsung gw turunin 20 ..si reiner yg berasa gak enak bilang ke gw..udah jangan pelit (maksudnya gak perlu nawar). Cuek aje gw...trus itu org turuni 35, gw bilang kagak...mahal..wong playmobil boneka2nya aje Cuma 2,25 euro (Yuan 23)..., akhirnya tuh org kasih sesuai gw minta Yuan 20, Gw bilang ama si reiner, kan lumejan selisih yuan 25 bisa buat ongkos taxi...

Dari sono gw pergi ke Lufthansa shoppingcentre, disitu model2 mall kayak Plaza indonesia dimana ada hotel, dept store, rest2...oh yah di Lufthansa itu ada rest, jerman juga tapi ogah si reiner makan makanan jerman. namanya ke china yah makan makanan sini katanya, kalau makanan jerman mendingan di negaranya sendiri. di Dept store ada jual barang2 jerman seperti fissler, WMF, etc deh termasuk coklat2 nya. ..baju2nya. DI underground, gw karena udah lapar dan si reiner kagak lapar, terpaksa gw masuk sendiri ke rest. korea deh...si reiner tungguin katrin main di depan rest korea ada mainan buat anak2...gw cuma pesan bakmi ala korea seafood tapi dikasih side dishes seperti kimchi, spinach , semur kentang daging, etc. juga dikasih gratis teh. Cuma habis YUan 55 (sekitar Euro 5,5), bayangi jakarta aje makanan korea belon tentu dapat harga segitu..udah gitu tempatnya bagus lagi. Sebenarnya disitu ada buat barbeque dan shabu2 juga tapi gw karena sendiri jd pesan bakmi aje bua tganjel perut gw.

Orang2 di Beijing selama gw disini menurut gw dan reiner ramah2....apalagi kalau liat si amoi katrin mereka suka senyum. Kt, si reiner beda ama org Hongkong yg tampangnya stress. Penjaga pintu elevator ..opa2 demen ama si katrin tiap dia liat si katrin keluar atau masuk lift selalu bye2in dan dia suka gendong si katrin pencet itu knop elevator. si Katrin , sampe mamerin daddynya ke itu opa ..bhw itu daddynya dia..:)) soalnya kan selalu si katrin ama gw aje.

Aduh pengen cepat2 pindah deh ke fixed apt. supaya bisa masak beberes barang, kalau mau beli ini ono kan enak. Oh yah kita berdua lagi kerajingan minum teh long jing dicampur chrysantum...enak booo sampe si reiner aje puasa kopi seharian minum teh, sampe diabilang nanti kalau mau balik ke eropa jangan lupa beli sekilo teh...eh gw bilang sekilo itu emang murah Euro 60 tau...dia bilang yah campur2 . tapi kali kalau beli di jerman itu teh udah pasti lebih mahal dan kategori premium. Oh yah gara2 ketagihan long jin pas makan di rest. di hotel...aduh itu rest. benar2 caem interiornya..oriental. Di tengah2 ada kolam diisi 3 perahu yung..tapi gak ada layar :) ditawarin makan di dalam yung...si reiner nolak dia bilang kasihan sama perahunya :)) ...makan 3 dishes abis Yuan 260. Makanannya standard, gak terlalu istimewa benar, tapi suasananya enak...dan lagipula si katrin dikasih liat ama pelayannya ikan di aquarium, tuh amoi senang amat.

PERJALANAN KU KE TIONGKOK

Catatan Perjalanan ke Tiongkok (1)

* Wisata Gunung di Jiuzhaigon dan Suku Chang yang Unik

Untuk keempat kalinya, saya mengunjungi China. Tapi baru kali ini mampir di kota Chengdu, Provinsi Su Chian.
Dari Hongkong, cukup sekitar dua jam dengan pesawat, sudah mendarat di Airport Chengdu. Letaknya, berada di pertengahan antara Hongkong dengan Beijing.

Chengdu, kota yang berpenduduk 11 juta jiwa. Sedangkan Provinsinya, Su Chian berpenduduk 70 juta jiwa.

Kota Chengdu cukup ramai. Ditandai dengan jumlah kendaraan yang memenuhi jalan-jalan lebar dan gedung yang menjulang tinggi. Tapi ketika kami berada di kota Chengdu, kami diingatkan tour guide untuk berhati-hati. Peringatan ini khusus diberikan bagi yang gemar melirik amoy cantik.

Seorang tour guide menceritakan pengalaman pahit ketika membantu tamunya dari Indonesia. Ia kerepotan menghadapi 'amoy iseng' di Chengdu. Kisah ini bermula ketika tamu Indonesia berhasil menggoda seorang amoy cantik untuk diajak minum-minum di restoran.

Ketika pulang, ternyata sang amoy minta bayaran. Pertengkaran terjadi. Sang tour guide turun tangan. Cari jalan damai. Ya, akhirnya dibayar juga 500 yuan, sekitar Rp500 ribu.
Ngeri juga mendengar cerita itu. Kami pun setiap melihat amoy yang memang cantik-cantik, hanya bersikap seperti orang yang malu-malu saja. Tak berani melirik lagi. Siapa tahu yang dilirik itu, termasuk yang suka iseng dan pintar menggoda.

* Airport Jiuzhaigou

Saya tidak lama di kota Cengdu, karena tujuan akan ke Jiuzhaigou. Suatu tempat yang berada di pegunungan setinggi 3600 m dari permukaan laut. Airport Jaizhaigou terletak di puncak gunung. Pesawat jet yang besar bisa mendarat di situ.

Untuk sampai, hanya membutuhkan waktu 45 menit dari Cengdu. Yah, boleh dikata samalah penerbangan dari Makassar ke Kendari.

Tapi yang menakjubkan lapangan udara berada di ketinggian 3600 m. Udaranya berkabut dan suhu udara sangat dingin, 8 derajat C. Dalam penerbangan menuju Airport Jiuzhaigou, pesawat jet terbang di atas awan tebal. Pemandangan di bawah hanya diselingi gunung-gunung yang menjulang tinggi.

Di Jiushaigou, tidak ada keramaian. Yang ada hanya pemandangan gunung dan hutan dengan fasilitas jalan beton yang mulus. Sesekali nampak perkampungan desa suku bangsa Chang.

Di Jiushaigou, di tengah pegunungan yang sepi, justru ada fasilitas hotel bintang 5, Hotel Jiuzhai Paradise atau Jiushai Tian Tang. Juga, ada gedung kesenian yang setiap malam mempertunjukkan aktraksi kesenian kolosal dengan teknik penampilan modern. Tarian yang berpakaian warna warni, gadis-gadis suku Chang yang cantik-cantik, sound system yang lumayan, dan lighting yang gemerlap membuat pertunjukan itu mendapat aplaus panjang dari pengunjung.

Para turis dari manca negara yang terbang ke situ, tujuannya tiada lain menikmati udara gunung dan pemandangan pegunungan. Para wisatawan diantar sejauh 50 km mengelilingi pegunungan yang berliku-liku dalam kondisi mendaki.

Bus berjalan di pinggir tebing yang jurang. Ngeri juga rasanya bagi yang pertama kali ke Jiushaigou.

Di alam pegunungan itu, kita diajak menikmati pemandangan "danau langit" yang berwarna warni. Warnanya hijau dan kebiruan. Warna yang terpancar dari dasar danau.

Airnya jernih layaknya seperti air Aqua. Danau itu disebut danau langit karena berada di tempat ketinggian. Berjalan di daerah ketinggian itu kita harus hati-hati. Terutama yang sudah berumur. Salah sedikit bisa hilang napas. Itu sebabnya, di mana-mana ada alat isap yang dijual untuk membantu pernapasan bagi yang kewalahan bernapas.

Setiap pergantian musim, suasana pegunungan selalu berubah. Pada musim panas, bunga-bunga muncul dengan mekar berwarna warni. Kalau musim salju, pegunungan dipenuhi salju. Air terjun yang berada di pegunungan, kelihatan seperti es batu tergantung.

Di lereng pegunungan, disiapkan sebuah restoran besar untuk para wisatawan. Kita harus mampir, karena hanya restoran satu-satunya di daerah itu. Yang makan sangat banyak. Lebih dua ribu orang memadati restoran pegunungan. Di lokasi itu, ada dijual segala macam cendera mata yang sangat banyak peminatnya.

* Suku Bangsa Chang

Suku bangsa Chang, yang mendiami daerah pegunungan yang terpencil itu, jumlahnya tidak banyak. Penghasilan mereka lumayan, karena mendapat penghasilan tambahan dari pemerintah berkat hasil wisata.

Itu sebabnya kalau ada bus wisata lewat, anak-anak sekolah yang semua berjaket tebal untuk melawan udara dingin, melambaikan tangan. Kedatangan turis, itu pertanda reski buat mereka.

Suku bangsa Chang adalah termasuk pekerja, baik laki maupun wanita. Mereka bekerja di sektor pertanian dan kerajinan rakyat, serta cenderamata.

Pada suku bangsa Chang, pernah berlaku tradisi seorang wanitia boleh punya suami sampai tujuh orang. Maka, pada waktu itulah berlaku tata tertib yang harus dipatuhi sang suami.

Kalau ada suami yang masuk kamar istri, sang suami wajib menggantung sepatunya, atau barang miliknya yang lain di depan pintu. Sang suami yang lain, harus maklum dan tidak boleh mendobrak pintu. Tata tertibnya, yah tunggu giliran. Mungkin waktu itulah berlaku juga aturan, sesama suami tidak boleh saling mendahului.

Bagi yang tertarik dengan kondisi itu, tidak usah buru-buru ke gunung Guanglong, karena tradisi tujuh suami itu sekarang tidak boleh lagi. Itu hanya cerita dulu.

Wajah suku bangsa Chan, putih-putih. Tapi hampir semua nampak bagian muka di pipi atas berwarna merah. Menurut cerita, itu karena pengaruh matahari di musim panas. Tempatnya di ketinggian, maka matahari lebih dekat menyinari wajahnya.

Di wilayah suku bangsa Chang, juga kita diingatkan berhati-hati. Kalau membeli barang dari suku bangsa Chang, menawarnya harus serius. Apabila sudah tawar kemudian tidak jadi beli, itu artinya menghina mereka. Karenannya, menawar berarti harus siap membeli.

Bergaul juga hati-hati, karena kalau memukul pundak orang suku Chang, mereka terjemahkan bahwa mereka diajak berkelahi. Juga jangan pegang kepala mereka, karena itu membuat mereka merasa diganggu kehormatannya.

Tapi bagi gadis-gadis suku bangsa Chang, sangat menyukai pria yang berkaca mata. Mereka menilai yang berkaca mata adalah pria yang punya banyak pengalaman. Apalagi yang memiliki kacamata yang tebal, dia lebih senang lagi karena mereka menganggap pria yang berkacamata tebal, lebih matang. Bisa lebih dipercaya untuk menjadi tempat berlindung baginya.

Memang seperti ada benarnya. Dalam perjalanan wisata itu, pengalaman kami, pria berkaca mata lebih sering ditatap tajam oleh gadis suku bangsa Chang ketika belanja di tempat jualannya. Sayang, komunikasi tidak jalan. Kami hanya bisa berkata 'she-she' kepada mereka yang berarti terima kasih. Selebihnya, kita hanya berkomunikasi yang biasa disebut 'bahasa kode-kode'. Dijawab dengan senyum, ya cukuplah. (**)